PLASADANA.COM - Bank Dunia menyebutkan bahwa memasuki tahun 2013, tingkat pertumbuhan permintaan properti di Indonesia mengalami kenaikan sangat tinggi. Khususnya untuk apartemen, ritel, perkantoran, serta lahan industri.
Di tengah gairah industri properti yang terus meningkat ini, ternyata diiringi kekhawatiran akan terjadinya bubble atau penggelembungan di sektor properti. Apa penyebabnya?
Berdasarkan analisa yang dilakukan Bank Dunia, terdapat dua faktor yang berpotensi menyebabkan pecahnya gelembung properti di Indonesia, khusunya di Jakarta.
Pertama, peningkatan harga jual apartemen di Jakarta yang tumbuh 45 persen (year-on-year) per Desember 2012. Tidak hanya itu, peningkatan serupa juga terjadi pada properti perkantoran komersial dan lahan industri.
Harga jual ruang kantor di Jakarta naik sekitar 43 persen per Desember. Sementara sewa lahan industri berada di atas 22 persen.
Kedua, tingkat pertumbuhan kredit untuk apartemen yang melaju cepat hingga 84 persen pada periode yang sama. "Pinjaman dari perbankan ini ikut mendorong kenaikan harga properti," ungkap laporan Indonesia Economic Quarterly 2013 yang dikeluarkan Bank Dunia.
Lebih jauh Bank Dunia menjelaskan, pasar properti telah mengalami pertumbuhan harga yang sangat pesat. Di lain sisi, harga perumahan secara nasional yang diukur dengan indeks 14 kota oleh Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan rata-rata 4 persen per tahun sejak awal 2010.
"Secara ril, pertumbuhan harga perumahan (menyesuaikan dengan inflasi) sebenarnya telah terjadi selama tiga tahun terakhir," tutup Bank Dunia dalam laporan analisis Indonesia Economic Quarterly 2013.