Thursday, 18 July 2013

Spin Doctors: Realita Proganda

Kata pencitraan, belakangan menjadi kosakata yang acap kali kita dengar.  Kata pencitraan pasti berasosiasi langsung dengan peta politik yang hangat cenderung panas. Sebenarnya politik pencitraan sudah berlangsung lama yang berasal dari Amerika Serikat yang memiliki sejarah panjang demokrasi. Di Amerika Serikat, sudah berlangsung lama pemilihan presiden secara langsung dengan menggunakan media untuk kampanye.
Diawali oleh Richard Nixon sebagai calon wapres dari Truman di tahun 1952. Pada saat itu Richard Nixon dicitrakan negatif oleh pers tentang dana kampanyenya. Untuk mengcounter Nixon menggunakan televisi untuk menjelaskan posisi sekaligus memperbaiki citra. Di TV Truman tampil bersama keluarga serta anjing kesayangannya, kesan keluarga harmonis impian warga Amerika. Sejak saat itu citra Nixon melambung, dan itulah awal digunakannya TV untuk media kampanye pencitraan.
Dalam konteks kekinian di Indonesia, apa yang dilakukan oleh Nixon juga diikuti oleh politisi untuk menaikan citranya. Ini dengan telanjang bisa kita lihat, mereka yang tentu mempunyai amunisi banyak, hilir mudik ada TV. Persis bahkan dengan apa yang dilakukan Nixon, mereka membawa serta keluarga, agar tercitrakan keluarga yang harmonis.
Selain TV sebagai media pencitraan, saat ini social media juga merupakan media yang efektif untuk melakukan itu. Social media ini dipilih karena dari riset 83% pengguna internet juga merupakan pengguna social media. Ini juga yang dilakukan oleh Barack Obama, menggunakan social media sebagai “pasukan tempur” yang strategis. Terbukti, Obama bisa menjadi Presiden Amerika untuk dua periode.
PR (Public Relations) saat ini tidak hanya digunakan oleh korporasi, tapi sudah meluas ke entitas politik untuk menaikan citra. Dalam istilah PR kita mengenal kosakata Spin Doctors. Spin Doctors itu salah satu pembentuknya adalah kata spin yang merupakan bentuk lain dari propaganda. Pengertian bebas spin doctors adalah individu yang memiliki kemampuan menguasai publik, menggerakkan massa dan menguasai media sekaligus sebagai konseptor politik yang bertujuan mempengaruhi.
Spin Doctors berbeda dengan model pencitraan tradisional. Dalam pencitraan tradisional, selalu menghadirkan data dan fakta yang sebenarnya. Berbeda dengan spin doctors, yang selain menggunakan fakta juga menggunakan data yang dimanipulasi. Spin doctors selain digunakan untuk menaikan citra seseorang juga digunakan mendowngrade citra seseorang. Seringkali dalam setiap peristiwa politik, selain pencitraan kita disuguhkan oleh isu liar dan black campaign.
Spin doctors dalam politik indonesia juga dikenal sebagai manajer kampanye. Dalam social media spin doctors banyak kita jumpai, contohnya adalah akun twitter berbayar, yang dibayar untuk melakukan propaganda, menaikan citra sekaligus melakukan black campaign. Dan dalam politik dunia maupun politik indonesia, hadirnya spin doctors merupakan sebuah keniscayaan.

sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/03/08/spin-doctorsrealita-proganda-540190.html