Monday, 27 March 2017

Misteri orang pendek leco penghuni rimba raya sumatera



BeritaBebasX - Menurut orang Indonesia hutan rimba adalah zona yg angker dan masih penuh misteri. Di Sumatera, misalnya, orang percaya bahwa hutan rimba ditempati berbagai macam kekuatan, baik yang terlihat ataupun yg tak terlihat biji bola mata (goib). Pohon-pohon besar dipercayai memiliki ‘penghuni’ yang disebut jihin. 

Beberapa orang yang hilang atau tersesat dalam perjalanan di hutan dipercayai telah dibawa oleh ‘penunggu’ hutan yang disebut si bunian lantaran melakukan sesuatu yang terlarang ketika berada di dalam hutan. Harimau merupakan salah satu jenis binatang hutan yang sering dihubungkan pula dengan arwah nenek moyang atau orang sakti yang sudah meninggal. Oleh sebab itu binatang ini sering dipanggil dengan sebutan ‘nenek’ atau ‘inyiak’ (kakek). Barangkali ini merupakan warisan dari kepercayaan Hindu-Budha tentang reinkarnasi. 

Ada juga kepercayaan tentang harimau jadi-jadian yang oleh orang Sumatera disebut cindaku (atau cinaku). Tentang hubungan manusia dengan harimau di Sumatera, kita ingat buku yang ditulis mantan Asisten Residen Padang Darat, Sumatra’s Westkust, L.C. Westenenk yang berjudul Waar mens en tijgers buren zijn (‘Dimana manusia dan harimau bertetangga’) (Den Haag: Leopold, 1927). Berbagai mistik yang menyangkut harimau dalam kepercayaan orang Sumatera dapat pula dikesan dalam novel Mochtar Lubis Harimau! Harimau! (Jakarta: Pustaka Jaya, 1975). Satu jenis makhluk hutan Sumatera lain yang benar-benar (pernah) ada adalah orang pendek. Barangkali orang sekarang sudah jarang mendengar nama makhluk ini. Namun, di beberapa tempat masih banyak orang yang mengenal cerita tentang orang pendek yang tinggal di hutan-hutan tropis pulau yang lebat dan merimba raya itu. 

Di Kerinci, misalnya, penduduk lokal masih percaya bahwa masih ada orang pendek yang hidup di hutan-hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat. Orang pendek bukan orang-orang rimba Sumatera, seperti orang Kubu, Sakai, Petalangan, Akit, Bonai, dan Talang Mamak, yaitu kelompok-kelompok manusia yang dipercayai sebagai orang SumateraAsli (proto Melayu) yang menyingkir ke hutan-hutan di pedalaman Sumatera karena terdesak oleh kelompok Melayu muda yang datang dari daratan Asia. Makhluk ini juga bukan sejenis orang utan. Di Sumatera Barat, misalnya, orang juga mengenal sejenis makhluk penghuni hutan yang diberi nama bigau (biasa disebut ‘si bigau’). Akan tetapi ini adalah makhluk yang berbeda dengan orang pendek yang disebut juga leco (ejaan lama: ‘letjo’). Tentang si bigau, cerita turun-temurun yang sering kita dengar adalah bahwa, berbeda dengan manusia biasa, makhluk ini memiliki tumit yang menghadap ke depan. Oleh sebab itu bigau dapat berlari kencang dan susah bagi manusia untuk menangkapnya. Lagipula, ia memiliki indera penciuman yang tajam. Kepercayaan orang Sumatera, dalam konteks ini Minangkabau, terhadap si bigau terefleksi dalam cerpen Damhuri Muhammad “Bigau” (Kompas, Minggu, 12 Agustus 2007; lihat di sini diakses 3-07-2016). Si bigau dipercayai suka memelihara babi hutan (kondiak) dan lebih dipandang sebagai makhluk goib. 

Orang-orang yang berilmu hitam sering dapat berhubungan dengan si bigau karena mereka dapat minta bantuak kesaktian darinya. Tentang orang pendek atau leco, sebagian penduduk lokal di Sumateramenganggapnya sebagai sejenis makhluk setengah manusia (dalam bahasa Inggris disebut hobbit), tapi sebagian lain menganggapnya sebagai sejenis binatang. Ukurannya benar-benar pendek. Pengukuran yang dilakukan terhadap kerangka anak orang pendek yang ditangkap tahun 1932 di Pasirpangarayan, Riau, menunjukkan bahwa tingginya lebih kurang 42 cm. saja (Pandji Poestaka, No. 49, Tahoen X, 17 Juni 1932, hlm. 758 [Serba-Serbi]).

Dalam laporan majalah Pandji Poestaka, No. 49, Tahoen X, 17 Juni 1932, hlm. 758 [Serba-Serbi] di atas juga disebutkan (kursif oleh Suryadi, juga kutipan-kutipan selanjutnya): Letjo itoe sebangsa makhluk yang sangat hampir serupa manusia, boléh dikatakan setengah manusia. Telah lama petjah schabar dionderafdeeling Rokan, orang diatjoe-atjoekan mencari binatang itu. Barang siapa mendapat, konon dapat hadiah dari perserikatan orang-orang ber’ilmu dinegeri België. Pada hari Djoemaa’at tanggal 27 Mei 1932 Zelfsbetuurder dari Landschap Rokan IV kota, memberi kabar kepada toean Gezaghebber di Pasirpangaraijan, bahasa ditengah hoetan dalam loehak Rokan IV kota, seorang pemboeroe telah beroentoeng dapat menémbak seékor “létjo”. Létjo itoe tengah memangkoe anaknja, tetapi peloeroe itoe hanja dapat memboenoeh anak létjo itoe sahadja, laloe mati pada ketika itoe djoega; sedang indoeknja itoe menjelinap hilang masoek hoetan. Rupanya dulu orang pendek ini cukup sering ditemukan di daerah Pasirpangarayan, hulu Sungai Rokan.